Jumat, 17 Desember 2021

Cerpen "Antara Aku, Kamu dan Kakakmu" by Icha

0 komentar
Genre : Persahabatan, Komedi

“Gila...!!! lo habis berapa pulsa, Jean?” seoloroh Zaky begitu melihat outbox-ku yang penuh.
“Cuma lima puluh pesan kaliii... nggak usah lebay gitu deh!” jelasku sambil mendengus kesal.

Aku menyambar ponselku yang digenggam Zaky. Kutekuk mukaku begitu ingat kelakuan bodohku yang saking paniknya melihat Alvin mengamuk. Seminggu ini aku sibuk mencari cara untuk mendapatkan maaf dari Alvin. Dari berkunjung ke rumahnya, tapi dia selalu menolak bertemu denganku. Lalu menyapanya di sekolah, aku cuma dapat tatapan sinis. Menelepon pun tak pernah di angkatnya. Apalagi waktu ku SMS ke nomor ponselnya, hingga saat ini tak ada balasan SMS darinya. Maklumlah dia adalah sahabatku sejak kecil. Aku tumbuh bersama Alvin dan Zaky. Sekitar sepuluh tahun kami sudah bertetangga. Rasanya ada yang hilang jika tak ada dia. Tapi kenapa dia tak mau mengerti alasanku sih? Aku jadi kesal.

“Nona manis jangan ditekuk gitu dong mukanya! Jelek tau!” Cibir Zaky membuatku tambah kesal.
“Hey, tuan tampan, adikmu itu bener-bener kejam deh! Aku nggak diberi waktu buat jelasin semuanya.”

Zaky mengangkat bahunya lalu tangannya bergerak ke atas ketika pelayan kantin berteriak bahwa pesanan kami sudah siap. Si pelayan kantin langsung menghampiri meja kami. Diletakkannya dua mangkuk mi ayam dan dua gelas jus jeruk. Lidahku langsung meleleh melihatnya. Rasa kesalku ikut mencair seperti jus jeruk ini. Tanpa ba-bi-bu aku menyantap makanan yang sudah tersaji.

“Stop dulu aja. Luka itu bakal sembuh oleh waktu. Kalau nanti sudah reda situasinya, baru kamu minta maaf sama Alvin.”

Aku menghentikan laju makanku. Kemudian menatap Zaky dengan serius. Sedangkan yang kutatap malah berbalik menyantap mi ayamnya. Ok, aku tak peduli jika tatapan kami tak bertemu saat berbicara.

“Mana bisa tenang kalau belum dapat maaf. Mending lo nasehatin adek lo kalau cinta itu nggak bisa dipaksa.”

Zaky mendongak dengan mie yang masih tertempel bibirnya. Lalu dia selesaikan sisa-sisa mie-nya masuk dalam mulutnya. Sekarang gantian aku yang melanjutkan menikmati santapanku.

“Masa lo nggak tau kalau Alvin cemburu sama kita berdua?” tanyanya polos.

Mie ayam dalam tenggorokanku rasanya mau keluar setelah mendengar ucapan Zaky. Aku tak menyangka kalau Alvin sampai berpikir seperti itu. Batuk langsung menyerang tenggorokanku. Zaky dengan cepat mengambil tissu dan mengusapkannya ke bibirku. Tapi kutolak uluran tangannya yang hampir menyentuh bibirku. Aku lebih memilih meneguk jus jerukku.

“Yang gue butuhin minuman bukan tissu!” teriakku dongkol.
“Lo diajak romantis gk seru.”
“Lo aja yang bego!”
“Gue bingung sama selera Alvin.”
“Maksud lo?”
“Gue sih nggak bakal naksir sama cewek urakan kayak lo. Amit-amit tujuh turunan deh!”

Spontan aku langsung menjitak cowok rese ini. Dia berteriak kesakitan. Aku cekikikan puas melihatnya mengusap-usap jidatnya. Dia balas dengan mengumpatku kesal. Aku makin geli melihatnya. Tapi beberapa menit kemudian, kerutan di dahi Zaky akibat kesal padaku mengendur begitu pandangannya beralih. Dia menatap Alvin yang berdiri di ambang pintu kantin. Aku saja baru menyadarinya kalau Alvin ternyata memperhatikan kami daritadi. Aku menelan ludah berat. Ini sih bakal jadi salah paham yang lebih membuatnya marah. 

“Good luck ya..” Zaky berbisik padaku sambil nyengir kuda.

Aku kesal tapi perhatianku lebih tertarik pada sosok Alvin. Ketika pandanganku beradu dengannya, dia langsung ngeloyor pergi. Aku bangkit dari tempat dudukku dan mengejarnya. Hampir saja aku melompati tembok kantin yang tingginya hanya sekitar satu meter. Kalau saja aku tak memakai rok abu-abuku ini, mungkin aku sudah khilaf jadi tom raider. Aku coba memanggil namanya tapi dia tak menoleh. Langkah kakinya malah semakin cepat berlari. Kupacu lagi kecepatan kakiku. Akhirnya di lorong tempat parkir aku berhasil menangkap tangannya.

“Vin, dengerin dulu.” Rengekku begitu dia menghentikan langkahnya. Dia menoleh padaku. 

Tatapannya lagi-lagi sinis. Aku tak tahan melihatnya.

“Apa?” sambutnya ketus.
“Sumpah, gue nggak ada apa-apa sama Zaky.” Jari telunjukku dan jari tengahku langsung menyembul di sela genggaman telapak tanganku.
“Udah deh. Gue nggak mau liat lo lagi.”

Alvin menghempaskan tangannya dari genggamanku dan meninggalkanku pergi. Aku ingin memanggilnya tapi di sela keinginanku untuk mengejar maaf, aku teringat kata-kata Zaky. Luka akan sembuh oleh waktu. Mungkinkah itu? kucoba mematuhi kata-kata itu sambil terus berdoa persahabatanku dengan Alvin bisa kembali lagi. Aku putuskan untuk menunggu Alvin. Aku selalu berdoa Alvin akan menyerah mempertahankan amarahnya.

Dua bulan berlalu, formasi persahabatanku masih terpaku pada Zaky. Ya, Alvin masih marah padaku. Berkali-kali Zaky menggodaku agar aku menerima cinta Alvin, tapi aku mantap menggelengkan kepalaku. Bukan karena aku populer di sekolah dan bisa memilih cowok yang lebih sempurna dari Alvin, atau mungkin seperti yang digosipkan di sekolah kalau aku tak tertarik pada cowok. Semua itu tak benar. Aku hanya memandang Alvin sebagai sahabatku. Tidak pernah lebih dari itu.

Sepulang sekolah seperti biasanya, aku menarik tangan Zaky untuk pulang bareng sebelum keduluan dengan Winda, gebetan Zaky baru-baru ini. Aku tak mau kalau dia merayu Zaky agar diantarkan pulang sedangkan aku melongo pulang sendirian menunggu angkutan umum. Lumayan-lah walau Zaky bukan anak konglomerat tapi dia sudah diberi kepercayaan untuk mengendarai motor. Biasanya sih aku pulang bareng Alvin. Dia juga menggandeng motor untuk pulang sekolah. Dan jelas sekali sekarang aku tak bisa merengek kepada Alvin.

“Jean!” Tiba-tiba ada yang memanggilku. Aku kenal suara ini. Bahkan sangat mengenalnya. Secepat kilat aku menoleh ke sumber suara itu.
“Alvin!” teriakku kompakan dengan Zaky.
“Hey, Kak!” Sapanya kepada Zaky ketika dia sudah tepat di hadapanku.
“Boleh pinjam Jeany?” tanyanya sambil memberi kode pada kakaknya lewat tatapannya.
“Nggak perlulah, Vin. Gue tau yang bakal lo bicarain dan gue juga terlibat.”

Alvin terdiam. Aku dan Zaky ikut membisu. Alvin menggaruk kepalanya tampak bingung. Aku dan Zaky kompakan mengerutkan dahi ikut bingung.

“Gue minta maaf kalau sikap gue kekanak-kanakan banget beberapa hari ini.”
“Tuh kan gue bilang apa, tinggal tunggu waktunya aja.” Zaky berbisik kepadaku. Aku melotot dongkol kepadanya.
“Jadi kita sahabatan lagi?” Aku mengulurkan tanganku lalu Alvin menyambutnya dengan menggenggam tanganku. Kami bersalaman. “Makasih, Vin.”
“You are welcome.” Katanya tersenyum tipis.

Sahabatku kembali lagi. Formasi persahabatan kami telah utuh. Aku, Alvin dan Zaky. Benar-benar sempurna. Aku tersenyum gembira. Zaky pun ikut senang melihatku tersenyum lega. Dia mengusap kepalaku. Lembut. Kami bertiga berjalan bersama menuju tempat parkir. Yah, kali ini aku bisa membonceng Alvin lagi dan tak perlu khawatir naik angkot lagi.

“Ngomong-ngomong kalian kenal Winda nggak?” Alvin membuka pembicaraan.

Aku dan Zaky menoleh kompak ke arah Alvin. Rasanya aku mencium bau yang tak enak lewat pembukaan percakapan ini.

“Kenapa?” Alvin kelihatan bingung.
“Emang ada masalah apa sama Winda?” tanya Zaky penasaran.
“Dia temen les gue. Gue baru tau kalau Winda juga sekolah di sini.”
“Terus?” tanya Zaky makin penasaran.
“Cantik ya anaknya. Pertama kali ketemu di tempat les rasanya gue naksir sama tuh cewek. Udah sebulan ini gue cari tau tentang dia. Kali aja kalian juga tau.”

Ouh!!! Jadi dia minta maaf sama aku karena ada gebetan baru? Bukan seperti yang dibilang Zaky kalau luka bakal sembuh oleh waktu? Ternyata aku harus meralat teori itu. Sudah jelas yang lebih tepat, luka bakal sembuh oleh GEBETAN BARU. Ok, itu semua bukan masalah bagiku. Apapun alasan Alvin memaafkanku, aku sudah lega persahabatan kami kembali. Yang jadi masalahku sekarang adalah Zaky. Aku mengintip ke arahnya. Kurasakan aura api cemburu di sekujur tubuhnya. Aku bergidik ngeri. Alvin yang tak menyadari itu dengan santai menceritakannya kisah cintanya. Firasatku langsung muncul. Sebentar lagi akan ada perang saudara. Aku langsung geli membayangkannya. Kudekatkan tubuhku menempel ke arah Zaky.

“Zaky, good luck ya.” Bisikku sambil nyengir kuda.

0 komentar:

Posting Komentar